Ketika Esok Aku Tak Lagi Kembali
Yang terbersit hanya dia. Tidak ada yang lain. Selalu raut wajah itu,
selalu suara itu, selalu bayangan itu. Hebatnya dia! Membuatku gila..
Sungguh-sungguh gila! Setiap malam aku nyaris tidak tidur hanya untuk
memikirkannya, memikirkan kenangan-kenangan tentangnya. Ini sungguh
tidak wajar! Bahkan aku sudah menempati satu ruang kosong dalam hati
orang lain.
>>>>>>>>>>Ketika Esok Aku Tak Akan Kembali<<<<<<<<
Pagi ini, tak ubahnya seperti pagi-pagi biasanya, cerah dan
menggambarkan suasana elok untuk memulai aktifitas dengan penuh
semangat. Tapi aku? Selalu seperti ini, menjalani sebagian hari dengan
tidak penuh gairah.
Seperti pagi ini. Pasti seperti biasanya,
mengulangi rutinitasku setiap pagi, menatapi bangku kedua barisan ketiga
dari kiri. Tempat dia duduk sambil menatapiku yang sedang olahraga
setiap hari selasa dari balik kaca jendela.
"Woii! Ngelamun aja lo!"
salma, temanku duduk di sampingku sambil memandangku dan kemudian menggeleng-gelengkan kepala pertanda heran dengan tingkahku.
"Apaan sih ma? Ganggu orang nostalgia aja! Gak asyik banget lo"
Bukan! Ini bukan sekedar nostalgia. Bukan hal yang wajar jika aku harus
mengingat semua itu tiap detik. Bahkan setiap kali kakiku melangkah,
kenangan-kenangan itu melekat dalam benakku. Seolah tiap tempat yang aku
pijaki menyimpan seribu kenangan tentangnya.
"Ayolah sha..! Bangku itu udah jadi milik kelas kita! Gak ada lagi dia. Gak ada lagi orang yang harus lo sesali kepergiannya."
Selalu itu! Gak pernah bosan salma ngerecokin aku dengan komentar-komentarnya yang tiap pagi hampir sama.
Andai bisa aku ingin berhenti memikirkannya dan beralih pada orang yang
lebih layak untuk aku fikirkan. Namun apa boleh buat. Semakin aku
menjauhinya, ia semakin mendekapku erat dengan semua kenangan itu.
Membuatku semakin terpuruk dalam penyesalan.
"Hello! marsha!" salma mengibas-ngibaskan tangannya di hadapanku.
"Apa sih ma?"
"Lo udah punya rafli, marsha!" tegas salma.
Aku mendesah..
dan mulai meninggalkan salma yang langsung mengikutiku.
Ini terlalu sulit, apa lagi jika harus mendengar satu nama itu. Membuatku semakin larut dalam rasa bersalah.
Apa yang akan terjadi saat rafli tahu aku masih mencintai orang yang
pernah ada di hatiku mesti hanya satu tahun? Orang yang kemudian aku
tinggalkan tanpa alasan yang jelas. Benar-benar tanpa alasan.
Dan sampai sekarang aku benar-benar menyesal karena tidak kutemui lagi orang sepertinya.
Meski ada rafli yang ada dalam hatiku, aku tetap mengharapkannya
kembali.. Aku tahu, aku juga menyayangi sesosok rafli. Tapi sungguh ini
sulit digambarkan dan tak bisa dilukiskan dengan tinta apapun.
" marsha! Marsha….!" salma terus mengikutiku dan berusaha menyamakan langkah kakinya dengan langkahku.
"Apa lagi sih Neng salma?" aku menghentikan langkahku.
salma ikut berhenti. "Lo kenapa sih? Sensi amat" komentarnya. "Cerita dong!"
"Gak ada! Cerita tentang gue udah The End tanpa akhir yang jelas! Dan gak perlu gue ceritain lagi.."
salma menatapku heran seolah bertanya kenapa denganku?
Tanpa menghiraukan salma yang memilih diam di tempat dan tak
mengikutiku lagi, aku berlalu dengan berbagai macam pertanyaan dalam
benakku. Kenapa seperti ini? Bahkan aku sudah mulai lelah dengan
cerita-cerita tentangnya. Tapi kenapa ia selalu ada? Kenapa ia tak
berhenti menghampiriku? Dan aku sendiri tidak tahu apa jawaban yang
tepat. Karena ini lebih rumit dari pelajaran matematika.
>>>>>>>>>>Ketika Esok Aku Tak Akan Kembali<<<<<<<<
Pandanganku terfokus pada satu layar lebar malam ini. Mencoba memahami
alur cerita dari film yang sedang diputar. Namun nihil! Gak kupahami!
Bahkan bayangannya lebih seru beraksi dalam otakku.
Kutatap
kursi kosong disampingku. Harusnya rafli yang kali ini ada di sampingku.
Namun ternyata ajakanku untuk nonton bersamanya telah dikalahkan oleh
tugas-tugas sekolahnya.
Dan itu membuatku semakin larut dalam
dekapan kenangannya. Saat pertama kali ia mengajakku masuk ke dalam
bioskop untuk menonton film habibie dan ainun karena aku tak henti
mengoceh agar ia mau membaca novel itu walaupun ia tidak suka baca
membaca, dan pada akhirnya ia mengajakku menonton filmnya.
Cukup! Aku gak ingin mengingatnya kembali. Aku mulai memfokuskan
pandanganku lagi pada film kedua setelah habibie dan ainun ini. Sang
Pemimpi kali ini benar-benar buyar. Sama sekali tidak bisa dicerna
dengan baik dalam otakku.
Ok! Ini terlalu berlebihan. Tapi ini
kenyataan, kalau aku mulai gila karenanya. Terserah apa yang akan kau
tanggapi soal keadaanku kali ini.
Aku berdiri dari dudukku dan segera meninggalkan bioskop tanpa menyelesaikan tontonanku.
Aku memutuskan untuk berjalan-jalan di taman kota. Sendiri dan hanya
sendiri! Karena harapan agar rafli di sampingku dan menemaniku hanya
angan.
Kugerakan kakiku ke depan belakang di kursi taman kali
ini. Menikmati semilir angin berhembus. Berharap menemaniku yang
benar-benar payah kali ini.
"marsha?!"
Panggilan itu mengalihkan perhatianku.
"Lo kok disini? Nontonnya udah?"
Aku tersenyum. Memandang rafli yang kini berdiri di hadapanku. Dari
penampilannya ia memang terlihat habis pulang sekolah "Udah.. Tapi gak
selesai. Bosan sih"
"Pasti gara-gara gue gak bisa nemenin ya? Maaf ya sha!"
"Gak apa-apa. Hehe baru pulang ya? Cepet pulang gih! Pasti capek.."
rafli tersenyum "Gue anterin lo pulang dulu deh." katanya sambil
menarik tanganku dan membawaku menuju motor bebek hitamnya yang
terparkir di sembarang tempat.
"entar kalo gue gak bisa nemenin
lo, lo minta orang lain aja..! Jangan pergi sendirian! Takutnya terjadi
sesuatu yang tidak diinginkan lagi."
Aku mengangguk pelan dan
perlahan tanganku melingkar di pinggang rafli begitu motor melaju.
Biarkan sejenak kuhilangkan bayangannya dalam dekapan ini. Sejenak
saja!!
>>>>>>>>>>Ketika Esok Aku Tak Akan Kembali<<<<<<<<
Lagi lagi dia. Tak pernah bosan. Selalu menyesakkan, selalu meresahkan.
Sore ini aku memilih diam di balkon kamarku. Menikmati sedetik waktu
yang terus berlalu.Setelah pulang sekolah aku enggan melakukan aktivitas
lainnya, termasuk mempelajari soal-soal latihan UN. Satu hal yang aku
lupakan hanya karena sibuk memikirkannya.Tidak! Aku harus melupakannya.
Tidak hanya untuk saat ini, tapi untuk selamanya. Aku mohon. Tutup
cerita tentangnya dalam benakku, Tuhan! Apapun dan bagaimanapun caranya.
Bila perlu buat aku amnesia dari semua kenangan tentangannya.
Aku
membuka novel Edensorku. Melanjutkan bagian yang belum aku selesaikan.
Mencoba ikut berpetualang dengan tokoh dalam novel itu. Dalam sejenak
aku larut dalam buaian kata-kata Andrea Hirata. Namun tak berlangsung
lama. Tiba-tiba saja aku teringat satu moment bersamanya.
[Flashback]
"Dengerin aku dong!" perintahku saat aku dan dia duduk bersama di belakang rumahnya.
"Males marsha sayang! Entar aku langsung nonton aja ya?"
Aku cemberut "waktu habibie dan ainun kamu nonton. Sekarang yang 5 CM baca dong!"
Dia menghela nafas "Iya..iya.. Tapi entar ya?"
"Gak mau! Sekarang! Kalo nggak aku lempar novelnya.." ancamku.
"Lempar aja!"
Tanpa banyak bicara dan berfikir panjang, aku langsung melempar novelku ke dalam kolam renang. Kemudian pergi meninggalkannya.
"Iih.. marsha ngambek!" katanyanya mengejarku"maaf!" ia memegang
pergelangan tanganku.Aku memandangnya kesal tanpa kata."Iya. Aku baca
sekarang!"
"Baca apa? Novelnya udah nyemplung tuh di kolam"
"Besok aku ganti. Sekaligus sama novel ketiganya" bujuknya
"Keempatnya juga"
"senyum dulu dong!"Dan aku langsung menarik sudut-sudut bibirku ke
samping, tersenyum untuknya yang langsung mendapat bonus pelukan
darinya.
[Flasbackend]
Aku tertawa sendiri sambil
membolak balik novel yang sedang kupegang. Novel-novel yang menyimpan
sejuta moment bersamanya, yang setiap kali aku membacanya, moment itu
muncul menggangguku, menghambat penetrasi dalam benakku.
>>>>>>>>>>Ketika Esok Aku Tak Akan Kembali<<<<<<<<
Aku mulai menyibukan diri dengan berbagai kegiatan. Hanya sekedar untuk
mengalihkan perhatianku darinya meskipun akhirnya tetap nihil. Ia tetap
ada di dekatku. Sedetik aku lengah, dia menyerangku dengan penuh
kekuatan ekstra. Membuatku larut dalam waktu yang cukup lama.
"sha! Lo baca buku atau ngelamun sih?" tanya salma saat kami berada di perpus seusai kelas pemantapan.
Aku yang memang mengajak salma ke perpus hanya tersenyum "Bahkan perpus
sekolahpun menjadi saksi bisukenangan gue sama dia ma!" keluhku.
salma duduk di hadapanku "Bukan hanya perpus. Tapi, semua tempat di
sekolah ini adalah saksi bisu lo sama dia" salma membenarkan lalu
mengelus tanganku lembut untuk menengangkanku Mataku mulai berkaca-kaca
"Gue kangen di ma.. Gue ingin bertemu dia.."
"Lo akan bertemu dia lagi Sha! Tapi tidak sekarang.. Apalagi lihat
keadaan lo sekarang yang memang labil banget. Setidaknya lo punya
kekuatan minimum untuk melihatnya yang memang bukan milik lo lagi."
Aku diam.
Di lain sisi aku membenarkan perkataan Salma. Tapi apa yang ada dalam
fikiranku dan bersemayam dalam hatiku tidak bisa dipungkiri, kalau aku
ingin dia ada, ingin melihatnya. Meski akan menciptakan pertemuan yang
menyakitkan.Kutekuk mukaku dan mulai meneteskan air mata itu. Kenapa aku
selalu menjadi sosok yang lemah saat mengingatnya..?
salma
merangkulku kuat "Sabar ya sha! kalo bisa, gue ingin buat dia hilang
dari otak lo. Berapapun obat yang bisa bikin lo lupa dia" katanya.
aku diam. Membiarkan air mata itu tumpah ruah..
>>>>>>>>>>Ketika Esok Aku Tak Akan Kembali<<<<<<<<
Aku rebahkan tubuhku di atas rumput hijau kota hujan kali ini. Udara
sejuk kebun raya bogor yang aku kunjungi bersama rafli saat ini menjadi
teman yang mengelilingiku. Membuatku sejenak merasa tenang dan nyaman
dalam buaiannya.
"sha!" panggil rafli duduk di sampingku "Gimana tempatnya?" tanyanya
Aku menoleh "Hmm.. Nyaman. Bisa ngilangin sedikit rasa sumpek dalam
otakku" jawabku yang memang sejak pagi memaksa rafli untuk mengajakku
pergi ke tempat yang bisa membuatku tenang meski tidak untuk waktu yang
lama.
"Seminggu lagi UN ya sha?"
Aku mengangguk. "Sebentar lagi aku bakal jadi seorang mahasiswa lho.."
"Sukses selalu deh buat UN-nya"
Aku tersenyum. Memandang rafli dengan seksama. Apa iya dia menempati
hatiku? Atau hanya sekedar pelampiasanku saja? Ahh.. Jahat sekali aku..!
"fli! Aku minta maaf ya?" kataku tiba-tiba.
rafli menatapku heran "untuk?"
"hmm.. Tidak! Oya.. Kalo seandainya aku mutusin kamu, kamu masih mau jadi temen baikku kan?"
rafli diam.
"Aku ingin kita jalan masing-masing dulu. Sampai aku benar-benar merasa
lebih baik" kataku menatap rafli serius "dan sebelum aku benar-benar
menyakitimu." batinku
"Ya.. Kalau memang seperti itu, it's ok aja. Gue gak mungkin dong bersikap egois. Tapi, aku ingin alasan yang lebih jelas.."
"aku.. Hmm.. Apa itu penting? Hahh.. Aku tidak tahu apa alasan yang jelas.."
Melihat aku bingung seperti itu, rafli tersenyum tipis"Gue bisa jadi teman baik buat lo.."
Dan aku benar-benar tidak berkutik melihat ketulusan dan kedewasaan
rafli. Gak! Ini gak akan menjadi penyesalan kedua untukku. Aku sudah
memikirkan ini baik-baik
>>>>>>>>>>Ketika Esok Aku Tak Akan Kembali<<<<<<<<
"Apa? Lo putus sama rafli? Kenapa sha? Dia buat salah sama lo? Dia nyakitin lo ya?" tanya salma bertubi-tubi.
Aku memandang keadaan sekitar yang memang cukup rame sebelum
menjelaskan yang sebenarnya kepada salma. Lagian ia frontal banget
nanyain soal itu di hadapan banyak orang di cafe kali ini.
"Gue
gak disakiti ma. Tapi gue yang terlalu takut nyakitin dia. Jadi, gue
memutuskan untuk jalan masing-masing dulu. Lagian satu minggu lagi UN
ma... Gue mau fokus dulu deh!"
"Bener lo mau fokus sama UN?"
Aku mengangguk ragu. Masalahnya bukan aku gak bisa belajar dengan
benar. Tapi, perlu bentemg yang sangat kuat untuk mencegah masuknya
bayangannya ke dalam fikiranku.
Seandainya aku punya ilmu sihir
untuk mencegahnya masuk meski dengan mantra legymencynya harry potter.
Ya? Bahkan ini sudah tidak normal. Hayalan tingkat tinggiku sudah
berkecamuk hanya sekedar untuk menghilangkannya.
"Tinggalkan yang meragukan Ren!"
"Andai bisa.."
"Lo bisa sha! Gue yakin. Berusaha ya? Hanya untuk kali ini saja!"
Aku mengangguk.
"Tapi, gue harap sih selamanya."
Selamanya. Benar-benar selamanya sampai esok tak ada lagi.. Bukan barang sedetik, semenit, atau sehari
>>>>>>>>>>Ketika Esok Aku Tak Akan Kembali<<<<<<<<
Pagi ini semua siswa berkumpul di depan mading. Berdesak-desakan
memastikan nama mereka sejajar dengan kata lulus. Aku dan salma yang
berada di barisan belakang, bersusah payah menerobos masuk melewati
anak-anak yang lain. Namun beberapa kali mencoba, selalu gagal.
salma memandangku dan aku membalasnya. Tersenyum licik seolah akan melakukan sesuatu yang membahayakan.
"Satu.. Dua.. Tigaaa!"
Dalam hitungan ketiga yang diserukan salma, kami berdua menerobos
masuk. Mendorog-dorong dan menyikut-nyikut siswa lain. Anarkis memang.
Tapi, hanya itu cara agar kita bisa melihat dan memastikan kita lulus.
Mata kami terfokus pada kertas putih dengan nama-nama siswa yang
berjajar sesuai dengan abjad, saat kami berhasil melakukan tindakan
anarkis kami.
"Gue lulu ma!"
"Gue juga..."
Sontak tubuh kami berdua merapat, saling berpelukan. Mentransfer rasa haru dan bahagia satu sama lain.
Air mataku mengalir "Gue lulus Ze! Gue lulus!" kataku dengan isak pelan.
Bukan! Bukan aku lebay. Tapi aku memang terharu karena aku mampu
melewati UN meski bayangan si dia terus ikut andil bersama
pelajaran-pelajaran dalam otakku.
Selain itu, tiga tahunku
dalam putih abu bersama kenangan-kenangan indah di dalamnya membuatku
tak mampu menghentikan laju ai mataku. Aku berhasil menemukan resolusi
dalam klimaks perjalananku selama duduk di bangku SMA, meski aku tidak
lulus dengan nilai tinggi seperti siswa-siswa pintar lainnya.
>>>>>>>>>>Ketika Esok Aku Tak Akan Kembali<<<<<<<<
Malam ini. Tentu malam yang sangat ditunggu. Prom night, acara yang
membuat aku bersolek mati-matian hanya untuk tampil cantik dan beda.
meskipun aku tidak akan datang dengan seorang cowok, tapi aku ingin
menjadi yang tercantik minimal untuk aku sendiri sebelun esok aku tak
lagi bisa berdiri di bangunan bertitle SMA itu.aku ingin meninggalkan
kenangan-kenangan indahku dengan penampilan terbaikku.
Aku dan
Salma saling pandang. Kemudian tersenyum kepada satu sama lain. salma
tampak cantik dan anggun dengan dress selututnya. Make-up naturalnya
sangat serasi dengan warna baju creamnya.
"Are you ready my friend?"
aku mengangguk pasti "sure.. Let's go!"
dan aku mulai memasuki gerbang sekolah menuju aula yang dijadikeun gedung resepsi.
Orang-orang berlalu lalang dengan pasangan masing-masing.. Sekolah diwarnai dengan gaya maskulin dan feminim siswa-siswanya.
Mataku jauh memandang ke arah orang-orang yang sedang asyik berdansa.
Sementara aku memilih diam di kursi para tamu undangan. Kesal dan bete
sendiri karena ditinggal salma.
Disaat kesendirian itu
menghampiri setiap detik yang terlewati, tiba-tiba fikiranku terjun
menuju masa dimana saat-saat indah itu tercipta. Dan hasrat untuk
melihatnyapun tiba-tiba menelusup masuk ke dalam benakku. Khayalan bisa
duduk bersamanya, diajak dansa olehnya, melihat senyumnya, atau sekedar
merasakan sentuhan tangannya.
Aku mengetuk-ngetuk gelas yang
sedang kupegang diatas meja dan ngomel gak jelas sendiri. "Ahh tahu
salma diajak dansa sama orang lain, aku gak bakalan dateng aja! Kesel
tahu di kacangin!" gerutuku
Gak! Tujuanku kesini bukan untuk
itu. Kenapa aku harus menggerutu gak jelas? Sudahlah! Aku kembali
menikmati suasana kali ini. Merasakan alunan musik lembut yang memenuhi
ruangan. Menghilangkan segala macam fikiran-fikiran tak enak dan
menggantinya dengan bersenandung kecil.
"Ehm.. Sendiri aja nih?"
Aku mencari dimana arah suara itu berasal.
"Disini.."
Aku membalikan badanku. Dan...
"Ba…Bagas?"
Seperti dihampiri ribuan zeus ke dalam hatiku, aku memandang seorang
cowok putih-sipit dihadapanku tanpa kedip. Tak mempercayai apa yang
sedang kulihat..
"Ka..kamu ko a..ada disini sih?" tanyaku.
Entah kenapa tiba-tiba saja lidahku kelu dan gagu saat aku berbicara dengannya.
"Lupa ya? Aku alumni sekolah ini.."
Jelas aku tidak akan pernah lupa. Karena selama ia menjabat sebagai
alumni sekolah ini, ia selalu ada dalam deretan-deretan kenangan di
sekolah ini.
Aku diam. Terus menatapnya. Tidak! Aku tidak boleh
menangis. Aku harus kua. Bukankah ini yang kuinginkan? Bertemu
dengannya. Kenapa harus menangis? Dengan sekuat tenaga aku menahan air
mataku agar tidak tumpah saat Bagas memegang tanganku dan menuliskan
sebaris nomor Hp.
"Lain kali smsan ya?!" katanya sambil berlalu "Take care Marsha!"
Aku diam sejenak membiarkan air mataku turun. Masih kurasakan sentuhan
yang tidak pernah berubah itu di tanganku yang terkulai lemah.
Aku menangis! Karena ini sangat menyakitkan. Pertemuan yang membuatku larut dalam penyesalan itu lagi.
Dan tangisan itu. Tangisan karena aku mulai menyadari kalau senyum itu,
sentuhan itu dan orang itu bukan miliku lagi. Dia adalah orang yang
telah aku sia-siakan, Bagas.
Aku membalikan badanku,
memandangnya sepintas yang tampak asyik dengan teman-teman seangkatannya
yang merupakan tamu undangan. Dan aku harus menegaskan sekali lagi
bahwa bagas bukan milikku lagi. Terlalu jauh jika aku mengharapkannya
kembali sementara ia adalah hati yang tersakiti.
Aku berlari
menerobos orang-orang yang sedang berdansa. Aku tahu bagas melihat
aksiku itu, namun aku tak peduli seberapa bodoh aku di matanya, yanag
aku inginkan adalah pergi. Benar-benar pergi. Pergi dari segala
tentangnya.
"Sha"
Sebuah tangan memegang pergelangan tanganku saat aku berlari di koridor sekolah.
Aku tertunduk. Tak berani memandang orang yang kini ada di hadapanku.
"Lo.. Sha.."
Sebelum orang itu melanjutkan ucapannya, aku langsumg mendekapnya erat.
Meski dia bukan siapa-siapa lagi untukku. Namun yang aku inginkan dia
memberikan dadanya untukku.
"Ada apa?" tanyanya lagi.
"Biarkan seperti ini! Jangan biarkan pelukanku lepas, biarkan aku peluk kamu, Rafli..!" lirihku.
Dan perlahan tangan Rafli menfkapku. Membiarka aku tenang dalam kehangatan ini.
Bahkan aku sendiri tidak mengerti dengan ini. Tolonglah setelah ini tak perlu ada lagi dia. Biarkan aku bernafas lega!
Jangan hukum aku lagi dengan semua kenangan itu! Dan harapan ini..
Harapan esok ia tak lagi kembali. Ini yang terakhir dan benar-benar
berakhir. Meski bukan ini yang kuharapkan akhirnya..
END
ANITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar